Pertanyaan:
Saya mendengar bahwa orang yang berbohong ketika puasa maka puasanya sia-sia. Lalu apakah orang yang berbohong ketika puasa setelah itu boleh makan dan minum?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Pertama, berbohong tidak membatalkan puasa. Namun memang berbohong itu bisa membatalkan pahala puasa, sebagaimana maksiat-maksiat lainnya. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَن لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ والعَمَلَ به والجَهْلَ، فليسَ لِلَّهِ حاجَةٌ أنْ يَدَعَ طَعامَهُ وشَرابَهُ
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalan dusta serta kejahilan (maksiat), maka Allah tidak butuh amalan ia meninggalkan makan atau minum.” (HR. Al-Bukhari no. 6057)
Dalam hadits yang lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فلا يَرْفُثْ ولَا يَجْهلْ، وإنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ: إنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ
“Puasa adalah perisai. Maka janganlah berkata buruk dan janganlah berbuat kejahilan (maksiat). Jika ada orang yang memerangimu atau mencelamu maka katakanlah: saya sedang puasa, saya sedang puasa.” (HR. Al-Bukhari no.1894, Muslim no.1151)
Penulis kitab Aunul Ma’bud menjelaskan:
قال بن بطال: لَيْسَ مَعْنَاهُ أَنَّهُ يُؤْمَر بِأَنْ يَدَع صِيَامه وَإِنَّمَا مَعْنَاهُ التَّحْذِير مِنْ قَوْل الزُّور وَمَا ذُكِرَ مَعَهُ … وَقَالَ اِبْن الْمُنِير : بَلْ هُوَ كِنَايَة عَنْ عَدَم الْقَبُول. وَقَالَ اِبْن الْعَرَبِيّ : مُقْتَضَى هَذَا الْحَدِيث أَنْ لا يُثَاب عَلَى صِيَامه
“Ibnu Bathal mengatakan, “Bukan berarti orang yang berdusta diperintahkan untuk meninggalkan puasanya. Namun maknanya adalah peringatan keras agar tidak berdusta dan tidak melakukan maksiat.” … Ibnul Munir mengatakan, “Perintah dalam hadits ini bermakna kiasan untuk menyatakan tidak diterimanya amalan puasa orang yang demikian.” Ibnul Arabi mengatakan: “Konsekuensi dari hadits ini adalah orang yang demikian tidak mendapatkan pahala puasa”” (Aunul Ma’bud, 6/488 – 489)
Maka orang yang berbohong ketika sedang puasa tidak serta-merta membatalkan puasa, namun pahalanya berkurang atau hangus. Dan andaikan berbohong membatalkan puasa, maka maksiat-maksiat lain juga membuat puasa batal. Karena dalam hadits di atas tidak hanya disebutkan berbohong saja.
Adapun hadits:
خمس تفطر الصائم ، وتنقض الوضوء : الكذب ، والغيبة ، والنميمة ، والنظر بالشهوة ، واليمين الفاجرة
“Lima hal yang membatalkan puasa dan membatalkan wudhu: berbohong, ghibah, namimah, melihat lawan jenis dengan syahwat, dan bersumpah palsu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Jauraqani di Al-Abathil (1/351), oleh Ibnul Jauzi di Al-Maudhu’at (1131). Hadits ini adalah hadits palsu, sebagaimana dijelaskan Ibnul Jauzi di Al-Maudhu’at (1131) dan juga Al-Albani dalam Silsilah Adh-Dhaifah (1708).
Kedua, orang yang berbohong ketika sedang puasa, tetap wajib melanjutkan puasanya sampai matahari tenggelam. Jika ia berbuka sebelum waktunya maka ia melakukan dosa besar lainnya, setelah dosa berbohong. Sebagaimana hadits dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِى رَجُلاَنِ فَأَخَذَا بِضَبْعَىَّ فَأَتَيَا بِى جَبَلاً وَعْرًا فَقَالاَ لِىَ : اصْعَدْ فَقُلْتُ : إِنِّى لاَ أُطِيقُهُ فَقَالاَ : إِنَّا سَنُسَهِّلُهُ لَكَ فَصَعِدْتُ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِى سَوَاءِ الْجَبَلِ إِذَا أَنَا بَأَصْوَاتٍ شَدِيدَةٍ فَقُلْتُ : مَا هَذِهِ الأَصْوَاتُ قَالُوا : هَذَا عُوَاءُ أَهْلِ النَّارِ ، ثُمَّ انْطُلِقَ بِى فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا قَالَ قُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba ada dua laki-laki yang mendatangiku. Keduanya memegangi kedua lenganku, kemudian membawaku ke sebuah gunung terjal. Keduanya berkata kepadaku: “naiklah!”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”. Keduanya berkata, “Kami akan memudahkannya untukmu”. Maka aku naik. Ketika aku berada di tengah gunung itu, tiba-tiba aku mendengar suara-suara yang keras, sehingga aku bertanya: “Suara apa itu?”. Mereka menjawab, “Itu teriakan penduduk neraka”. Kemudian aku dibawa ke tempat lain, tiba-tiba aku melihat sekelompok orang digantung terbalik dengan urat-urat kaki mereka sebagai ikatan. Ujung-ujung mulut mereka sobek dan mengalirkan darah. Aku bertanya, “Mereka itu siapa?” Keduanya menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya”. (HR. Ibnu Hibban no.7491, dishahihkan Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Shahih Ibnu Hibban)
Hadits ini adalah ancaman keras bagi orang yang berbuka sebelum waktunya. Maka orang yang terlanjur berbohong ketika puasa tidak boleh makan dan minum. Ia tetap wajib melanjutkan puasanya hingga tenggelam matahari.
Dan wajib baginya untuk bersegera bertaubat kepada Allah atas kebohongan yang ia lakukan. Jika ia bertaubat dengan taubat nasuha, maka insyaAllah pahala puasanya akan kembali. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
التائبُ من الذنبِ كمن لا ذنبَ لهُ
“Orang yang bertaubat dari suatu dosa, maka ia sama dengan orang yang tidak melakukan dosa tersebut.” (HR. Ibnu Majah, no.4250, dihasankan Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/41837-orang-yang-berbohong-ketika-puasa-boleh-makan-minum.html